Perkembangan Islam Di Pulau Kalimantan

Sahabat admin yang berbahagia, Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat Kerajaan-Kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu Sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-Kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang Raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab Negara Kertagama karya Empu Prapanca.

Sebelum kedatangan Islam, negara Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta Kerajaan. Akhirnya, Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya yang membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir Sungai Nagara.

Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggana) untuk memerangi Negara Daha, dengan perjanjian apabila Negara Daha dapat dikalahkan, Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dari negara Daha dapat ditundukkan.

Sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar SultanSuryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya De Kroniek van Banjarmasin (1928), peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M. Kemudian Sultan Suryamullah memindahkan ibu kota Kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin, yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih besar.

Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, dan Sabangan. Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar bernama Dato’ Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam.

Dato’ Ribandang kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian. Penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya, diperkirakan pada tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya Pangeran Aji Langgar dan penggantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.

Itulah Perkembangan Islam Di Pulau Kalimantan, mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah selalu memberi hidayah dan ridhaNya kepada kita semua amin…