Sahabat admin yang di muliyakan Allah, Jiwa
mandiri merupakan dasar pembangunan ekonomi bagi setiap manusia dan pembangunan
ekonomi masyarakat. Tanpa jiwa yang mandiri, roda ekonomi seseorang tidak akan
bergerak dengan cepat. Pada gilirannya roda ekonomi masyarakat pun tersendat.
Membangun jiwa mandiri inilah yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah saw.
terhadap para sahabat.
Bahkan usaha ini telah beliau lakukan
sejak masih berada di Mekah. Dalam rangka membangun kemandirian para sahabat,
Rasulullah saw. senantiasa menekankan bahwa hal terbaik yang dimakan oleh
seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri. Rasulullah saw. bahkan
mencontohkan Nabi Daud a.s. seorang raja juga berusaha makan dari hasil usaha
beliau sendiri.
Salah satu kisah terkenal upaya
Rasulullah saw. menanamkan kemandirian adalah kisah sahabat dan kapak kayu.
Suatu hari, Rasulullah saw. sedang mengajar para sahabat. Pada saat beliau
memberikan wejangan, seorang sahabat datang dengan wajah yang kusut. Semangat
hidupnya terlihat redup. Rasulullah saw. lantas bertanya, “Apa yang dapat kami
lakukan untukmu?” Sahabat tersebut
bercerita bahwa ia tidak memiliki apapun di rumahnya.
Mendengar hal tersebut, Rasulullah saw.
bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu? Ambillah dan bawalah kepadaku.” Sahabat
itu pun beranjak pulang. Sejurus kemudian ia datang membawa beberapa lembar
kain harta miliknya. Oleh Rasulullah saw., kain-kain itu dijual seharga dua
dirham. Satu dirham diserahkan kepada sahabat tersebut untuk keperluan
keluarganya.
Satu dirham yang tersisa dibelikan kapak.
“Pergilah mencari kayu bakar lalu juallah. Lakukan setiap hari dan datanglah
lagi ke majlis ini setelah lima belas hari.” Sahabat itu pun melaksanakan
perintah Rasulullah saw. tersebut. Setelah lima belas hari, ia datang dan
menceritakan apa yang dilakukannya. Selama lima belas hari ia bekerja dan
menjual hasil kayu bakar yang ia kumpulkan.
Hasil kerja tersebut cukup untuk
menghidupi diri dan keluarganya. Mendengar kisah sahabat tersebut, Rasulullah
saw. berpesan agar ia terus bekerja dengan tangannya dan menjauhi minta-minta.
Minta-minta disebut Rasulullah saw. sebagai pekerjaan yang menghilangkan harga
diri baik diberi atau tidak diberi oleh orang yang ia mintai. Tidak hanya itu,
di akhirat kelak, orang yang sering meminta-minta akan dibangkitkan Allah Swt.
tanpa muka karena ia tidak memiliki rasa malu lagi ketika di dunia.
Ajakan untuk mandiri itu sangat
ditekankan oleh Rasulullah saw.. Beliau juga menekankan adanya kewajiban bagi
suami memberi nafkah untuk keluarganya. Dengan kewajiban ini, para suami tidak
lagi bisa berleha-leha di masjid melainkan bekerja keras untuk mencukupi
kebutuhan keluarganya. Untuk menguatkan ajakannya untuk mandiri, Rasulullah
saw. senantiasa memberikan contoh dengan perilaku dirinya sehari-hari.
Rasulullah saw. dikenal sebagai orang
yang sangat giat bekerja. Saat melakukan sesuatu, beliau tidak beristirahat
sebelum pekerjaan itu selesai. Rasulullah saw. juga dikenal pantang meminta
kepada para sahabat. Suatu hari, Rasulullah saw. tidak memiliki suatu apapun
untuk dimakan. Untuk menghilangkan lapar, beliau mengumpulkan beberapa batu dan
meletakkannya di ikat pinggang beliau untuk menahan lapar.
Setiap kali beliau bergerak, suara gesekan
batu itu terdengar oleh para sahabat. Mendengar bunyi aneh itu, para sahabat
bertanya, bunyi apakah gerangan yang terdengar. Rasulullah saw. pun
menyampaikan bahwa bunyi itu adalah bunyi batu yang beliau letakkan untuk
menahan lapar. Mendengar jawaban Rasulullah saw. itu, para sahabat menangis
sambil berkata, “Ya Rasulullah saw., bagaimana mungkin ini terjadi? Mengapa
engkau tidak mengatakannya kepada kami? Bukankah engkau tahu kami para
sahabatmu akan memberikan apapun yang ada pada kami untuk mencukupi
kebutuhanmu?” Mendengar hal itu, Rasulullah saw. bersabda,
“Aku tidak ingin merepotkan para
sahabatku.” Kisah ini menunjukkan teguhnya jiwa mandiri yang Rasulullah saw.
terapkan pada diri beliau. Saat sedang kekurangan, Rasulullah saw. tidak
menyampaikan hal itu kepada para sahabat. Beliau tidak ingin dikasihani. Beliau
ingin menjadi contoh tidak menggantungkan diri kepada orang lain.